Kerajaan Islam di Indonesia

Salah satu bukti masuknya Islam di Indonesia yaitu dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan-kerajaan tersebut tersebar di seluruh penjuru Indonesia dan menjadi tanda bahwa Islam telah menyebar ke seluruh Nusantara. Berikut adalah 9 kerajaan Islam di Indonesia lengkap dengan peninggalannya

1. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan islam pertama di Indonesia yang berdiri pada abad ke-13. Letaknya berada di Aceh bagian utara. Sumber sejarah mengenai keberadaan Samudra Pasai antara lain catatan perjalanan Ibnu Battuta dan Nisan Sultan Malik al Saleh.

Samudra Pasai adalah kerajaan yang berasal dari penyatuan dua kerajaan, yaitu kerajaan Samudra dan Pasai. Penyatuan itu dilakukan oleh Meurah Silu, yang kemudian menjadi sultan pertama di Samudra Pasai dengan gelar Sultan Malik al Saleh.

Ibnu Battuta berkunjung di Samudra Pasai pada tahun 1345 ketika sultannya adalah malik al Tahir. Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battuta mengungkapkan bahwa sultan Samudra Pasai berlaku baik kepada para ulama dan rakyatnya.

Kerajaan Samudra Pasai berperan berperan besar dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Minangkabau, Jambi, Jawa, Malaka, dan daerah di Semenanjung Malaka. Pada abad ke-14 Samudra Pasai menjadi salah satu pusat studi agama Islam. Para ulama dari berbagai negeri, misalnya dari persia dan India, berdiskusi mengenai beragam masalah keagamaan.

Peninggalan kerajaan Samudra Pasai antara lain Cakra Donya, Makam Sultan Malik al Saleh, dan stempel Kerajaan Samudra Pasai.

2. Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan islam di Indonesia yang kedua adalah kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada awal abad ke-16. Sebelumnya, Aceh merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Pedir, tetapi kemudian kerajaan Aceh mampu menguasai pedir. Pusat pemerintahan kerajaan Aceh adalah di Kotaraja, yang sekarang dikenal sebagai kota Banda Aceh.

Puncak kejayaan Aceh dicapai pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada tahun 1607-1636. Wilayah kekuasaan Aceh meliputi pantai barat Sumatra hingga Bengkulu, pantai timur Sumatra hingga Siak, dan daerah di Semenanjung Malaya seperti Johor, Kedah, Pahang, dan Patani.

Aceh mampu menguasai jalannya perekonomian di Sumatra bagian utara dan Selat Malaka, serta mengembangkan tanaman yang banyak dibutuhkan pasar Internasional, misalnya lada. Kebudayaan di Aceh juga berkembang dengan baik, misalnya dalam bidang satra, yang ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan besar seperti Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar Raniri.

Setelah Sultan Iskandar muda meninggal, penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani. Ia mampu mempertahankan kejayaan Aceh. Tetapi setelah ia meninggal, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan politik adu domba VOG sehingga muncul perselisihan antara kaum bangsawan dengan ulama.

Peninggalan kerajaan Aceh Darussalam antara lain makam Benteng Indrapatra, Gunongan, makan Sultan Iskandar Muda, dan uang emas kerajaan Aceh Darussalam.

3. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak
travelingyuk.com

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada akhir abad ke-15. Demak merupakan kerajaan Islam yang pertama di Jawa. Sebelum menjadi kerajaan, Demak adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit.

Sultan pertama Demak adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Dibawah kepemimpinan Raden Patah yang mendapatkan dukungan dari para wali, Demak berkembang menjadi kerajaan Islam yang besar di Jawa. Demak berperan sebagai pusat penyebaran agama Islam dan pusat perdagangan yang ramai.

Untuk mengamankan kepentingan ekonomi Demak dan para pedagang Islam, pada tahun 1513 Raden Patah mengirimkan armadanya untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Armada tersebut dipimpin oleh putra mahkotanya, Pati Unus.

Setelah Raden Patah Meninggal, penggantinya adalah Pati Unus. Ia memerintah Demak tidak lama karena sakit kemudian meninggal. Penggantinya adalah Sultan Trenggana. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan Demak menjadi semakin luas.

Pada tahun 1522, Demak mengirimkan pasukannya yang dipimpin Fatahillah untuk menaklukan Jawa Barat. Pada saat itu Portugis juga ingin menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat, misalnya Cirebon, Banten, dan Sunda Kelapa.

Setelah menguasai Sunda Kelapa, Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang sekarang dikenal sebagai Jakarta. Sultan Trenggana wafat pada tahun 1546 ketika berusaha merebut daerah Pasuruan di Jawa Timur.

Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi perebutan tahta di Demak, yaitu saudara Sultan Trenggana, Pangeran Sekar Sedalepen, dengan putra sulung Sultan Trenggana, Sunan Prawoto. Pangeran Sekar akhirnya terbunuh sehingga Sunan Prawoto naik tahta.

Putra Pangeran Sekar, Arya Penangsang, yang merasa berhak atas tahta Demak kemudian melakukan perlawanan terhadap Sunan Prawoto, Ia berhasil mengalahkan Sunan Prawoto dan naik tahta Demak.

Pada masa pemerintahan Arya Penangsang muncul banyak perlawanan karena ia dianggap kejam. Perlawanan tersebut berhasil mengakhiri kekuasaan Arya Penangsang adalah perlawanan Adipati Pajang, yaitu Pangeran Hadiwijaya yang terkenal dengan sebutan Mas Karebet atau Jaka Tingkir. Ia adalah menantu Sultan Trenggana.

Tahta Demak kemudian dipegang oleh Pangeran Hadiwijaya. Ia kemudian memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang.

Peninggalan kerajaan Demak antara lain Masjid Agung Demak, Kentongan, Pintu Bledek, Bedug, Dampar Kencana, dan Piring Campa.

4. Kerajaan Pajang

Kerajaan islam di Indonesia yang selanjutnya adalah kerajaan Pajang. Kerajaan Pajang adalah kelanjutan dari kerajaan Demak. Kerajaan ini dibangun oleh Pangeran Hadiwijaya, setelah ia memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang, sedangkan Demak dijadikan sebagai daerah kadipaten.

Wilayah kerajaan Pajang tidak seluas wilayah kerajaan Demak, karena wilayah Banten dan Cirebon melepaskan diri ketika kekacauan akibat perebutan tahta di Demak.

Setelah Hadiwijaya meninggal, tahta Pajang dipegang oleh putranya, Pangeran Benawa. Pada masa ini muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Pangiri, putra Sunan Prawoto, yang ingin menghendaki tahta Pajang.

Namun, pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan karena adanya bantuan dari Sutawijaya. Karena merasa kurang mampu untuk menjalankan pemerintahan Pajang, Pangeran Bewana kemudian menyerahkan tahta Pajang kepada saudara angkatnya, yaitu Sutawijaya. Oleh Sutawijaya, pusat pemerintahan Pajang kemudian dipindahkan Ke Mataram.

Peninggalan kerajaan Pajang antara lain Masjid Laweyan, Makam para bangsawan, Bandar Kabanaran dan kesenian batik.

5. Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram
id.wikipedia.org

Pendiri Kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Setelah naik tahta, gelarnya adalah Panembahan Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama. Ia memerintah pada tahun 1586 hingga 1601. Pusat kerajaan Mataram adalah di Kotagede, Yogyakarta.

Pengganti Panembahan Senapati adalah Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati (1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rang Sang atau lebih dikenal dengan Sultan Agung (1613-1645).

Dibawah Sultan Agung inilah mataram mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung juga pernah berusaha mengusir VOC dari Batavia pada tahun 1628 dan 1629 namun gagal.

Perkembangan penting di bidang kebudayaan pada masa Mataram antara lain adalah berkembangnya kesusastraan Jawa, munculnya perhitungan tahun Jawa, dan munculnya budaya Kejawen.

Beberapa karya sastra  yang ditulis pada masa Mataram adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata. Isinya mengenal ajaran budi pekerti yang baik. Selain itu, Sultan Agung sendiri juga menulis kitab yang berjudul Sastra Gending. Isinya menguraikan tentang filsafat kehidupan dan kenegaraan.

Peninggalan kerajaan Mataram antara lain Sastra Gendhing, Kalang Obong, Batu Datar, dan kerajinan perak.

6. Kerajaan Banten

Kerajaan Banten
Romadecade.org

Kerajaan banten menjadi kerajaan islam di Indonesia selanjutnya. Kerajaan Banten berawal ketika kerajaan Demak yang memperluas pengaruhnya ke daerah Barat. Pada tahun 1524/1525, Fatahillah bersama pasukan Demak merebut Pelabuhan Banten dari Kerajaan Sunda, dan mendirikan Kerajaan Banten.  Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan Internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa Kerajaan Sunda serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung.

Pengganti Sultan Ageng Tirtayasa adalah Sultan Haji. Pada masa pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. Hal ini tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.

Peninggalan kerajaan Banten antara lain Masjid Agung Banten, Istana Keraton Kaibon Banten, Istana Keraton Surosowan Banten, dan Keris Naga Sasra.

7. Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar)

Kerajaan Gowa-Tallo lebih dikenal dengan nama kerajaan Makassar, karena letaknya berada di Makassar. Kerajaan Makassar berdiri sekitar pertengahan abad ke-15. Kerajaan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan, yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Tallo. Pusat kerajaan Makassar adalah di Sombaopu, yang merupakan kota pelabuhan transit yang ramai di Sulawesi.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Wilayahnya sampai ke Solor di Kepulauan Nusa Tenggara. Pada saat itu Belanda telah masuk dan merasa menjadi penguasa monopoli rempah-rempah di Maluku.

Belanda menuduh perdagangan rempah-rempah di Makassar sebagai perdagangan gelap. Belanda berusaha menyerang Makassar, tetapi mendapat perlawanan yang gigih dari rakyat Makassar yang dipimpin Sultan Hasanuddin. Karena perlawanannya itu, Sultan Hasanuddin dijuluki Ayam Jantan dari Timur.

8. Kerajaan Ternate

Peninggalan Kerajaan Ternate
buihkata.blogspot.com

Kerajaan Islam di Indonesia yang selanjutnya adalah kerajaan Ternate. Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13. Pusat pemerintahannya adalah di Sampalu yang terletak di Kepulauan Maluku bagian utara. Islam menyebar ke Ternate sekitar abad ke-14.

Dalam kitab Sejarah Ternate, Raja Ternate yang pertama kali masuk Islam adalah Gapi Buta yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Zainal Abidin (1465-1486). Ia adalah salah satu pemuda Ternate yang belajar Islam kepada Sunan Giri di Demak.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Wilayah kekuasaannya hingga ke Filipina bagian selatan sehingga penyebaran Islam meluas hingga ke daerah tersebut. Bahkan sampai sekarang penduduk Filipina selatan terkenal sebagai penganut Islam.

Peninggalan kerajaan Ternate antara lain Masjid Jami Sultan Ternate, Istana Sultan Ternate dan tulisan Raja dalam bahasa Arab.

9. Kerajaan Banjar

Kerajaan Islam di Indonesia yang terakhir adalah kerajaan Banjar. Kerajaan ini berada di Banjarmasin, didirikan oleh Pangeran Samudra sekitar abad ke-16. Setelah Pangeran Samudra masuk Islam dan menjadi raja namanya adalah Sultan Suryanallah. Sumber sejarah kerajaan Banjar termuat dalam Hikayat Banjar.

Perdagangan di kerajaan Banjar berkembang dengan baik karena letaknya yang strategis di muara Sungai Negara, yang ramai dengan pelayaran oleh pedagang. Pedagang yang datang ke Banjar antara lain dari Turki, India, dan Cina. Barang dagangan utama dari Banjar adalah manik-manik, emas, dan kapur barus.

Kerajaan Banjar menjalin kerjasama dengan kerajaan Demak karena pernah mendapat bantuan dari Demak ketika berusaha melepaskan diri dan menaklukan kerajaan Nagaradaha.

Kerjasama juga terjalin dalam bidang agama, ulama Demak banyak yang ke Banjar untuk mengajarkan Islam dan pemuda Banjar banyak juga yang belajar Islam ke Demak. Karena eratnya jalinan keagamaan tersebut, para ulama di Kalimantan mendapat sebutan Penghulu Demak.

Peninggalan kerajaan Banjar yaitu Masjid Sultan Suriansyah dan Candi Agung Amuntai.

Demikian pembahasan kali ini mengenai kerajaan Islam di Indonesia dan peninggalannya. Semoga bermanfaat.

ARTIKEL LAINNYA 

Tinggalkan komentar